Peribahasa

Tak ada gading yang tak retak (semua mahluk hidup yang ada di Dunia tiada yang sempurna).
Air Beriak Tanda tak Dalam, Air Tenang Menghanyutkan (lebih baik diam dengan banyak ilmu, daripada berbicara yang tidak ada isinya sama sekali)

Senin, 06 Desember 2010

Larangan Bermuka Masam

‘Abasa 1 – 10


ITAB YANG MERUPAKAN CINTA

Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas: “Sedang Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman, di waktu itu masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak sedang Rasulullah terhenti bicara orang buta itu memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur’an. Mungkin oleh karena terganggu sedang menghadapi pemuka-pemuka itu, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut.
Setelah selesai semuanya itu dan beliau akan mulai kembali kepada ahlinya turunlah ayat ini: “Dia bermuka masam dan berpaling.”
Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasulullah SAW akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah SAW. Di mana saja bertemu dengan Ibnu Ummi Maktum beliau menunjukkan muka yang jernih berseri kepadanya dan kadang-kadang beliau katakan: “Hai orang yang telah menjadi sebab satu kumpulan ayat turun dari langit kepadaku.”
Ibnu Katsir pun meriwayatkan bahwa bukan saja Ibnu jarir dan Ibnu Abi Hatim yang membawakan riwayat ini, bahkan ada pula riwayat dari Urwah bin Zubair, Mujahid, Abu Malik dan Qatadah, dan Adh-Dhaahak dan Ibnu Zaid dan lain-lain; bahwa yang bermuka masam itu memang Rasulullah SAW sendiri dan orang buta itu memang Ibnu Ummi Maktum.
Ibnu Ummi Maktum itu pun adalah seorang sahabat Rasulullah yang terkenal. Satu-satunya orang buta yang turut hijrah dengan Nabi ke Madinah. Satu-satunya orang buta yang dua tiga kali diangkat Rasulullah SAW menjadi wakilnya jadi Imam di Madinah kalau beliau bepergian. Ibu dari Ibnu Ummi Maktum itu adalah saudara kandung dari ibu yang melahirkan Siti Khadijah, isteri Rasulullah SAW. Dan setelah di Madinah, beliau pun menjadi salah seorang tukang azan yang diangkat Rasulullah Saw di samping Bilal.
“Dia bermuka masam dan berpaling.” (ayat 1). “Lantaran datang kepadanya orang buta itu.” (ayat 2).
“Padahal adakah yang memberitahumu boleh jadi dia akan jadi orang yang suci.” (ayat 3).
Dalam ketiga ayat ini ahli-ahli bahasa yang mendalami isi Al-Qur’an merasakan benar-benar betapa mulia dan tinggi susun bahasa wahyu itu dan Allah terhadap Rasul-Nya. Beliau disadarkan dengan halus supaya jangan sampai bermuka masam kepada orang yang datang bertanya; hendaklah bermuka manis terus, sehingga orang-orang yang tengah terdidik itu merasa bahwa dirinya dihargai. Pada ayat 1 dan 2 kita melihat bahwa kepada Rasulullah tidaklah dipakai bahasa berhadapan, misalnya: “Mengapa engkau bermuka masam, mentang-mentang yang datang itu orang buta?”
Dan tidak pula bersifat larangan: “Jangan engkau bermuka masam dan berpaling.” Karena dengan susunan kata larangan, teguran itu menjadi lebih keras. Tidak layak dilakukan kepada orang yang Allah sendiri menghormatinya!

Tidak ada komentar: